PERLAKUAN PAJAK ATAS TRANSAKSI ASET KRIPTO: Tinjauan Kritis PMK Nomor 50 Tahun 2025
- Asas Legalitas & Kewenangan Delegatif
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2025 ini sah secara hukum karena diturunkan dari Undang-Undang Perpajakan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845). Namun pengaturan yang terlalu rinci dalam peraturan menteri berpotensi melampaui fungsi teknisnya (ultra vires).
- Keadilan Fiskal
Pengenaan PPh final berdasarkan nilai transaksi bruto tanpa melihat laba riil berpotensi merugikan wajib pajak yang tidak memperoleh keuntungan. Hal ini menyimpang dari asas ability to pay dan non-discriminatory taxation.
- Efektifitas Transaksi
Kewajiban administrasi kepada pelaku ekosistem digital (exchange, penambang, dan pengguna) sangat berat dan dapat menghambat partisipasi sektor informal.
- Resiko Duplikasi dan Ketidakharmonisan Internasional
Platform luar negeri dapat menjadi sarana penghindaran pajak jika belum ditunjuk Direktorat Jenderal Pajak. Resiko pajak ganda juga muncul jika negara asal platform mengenakan pajak atas transaksi yang sama. Tanpa perjanjian digital Internasional, ini akan memberatkan pelaku usaha lokal yang ingin ekspansi global.
"Jika seorang pemuda menjual Bitcoinnya seharga Rp. 10 juta karena panik harga turun, padahal ia membelinya Rp. 15 juta. Meski merugi, ia tetap akan dikenai PPh final 0,21% dari nilai transaksi tersebut. Ini bukan sekedar beban fiskal, tapi bisa menjadi disinssentif bagi generasi muda yang ingin terlibat dalam ekonomi digital".
C. Peluang Celah Arbitrase
PMK ini juga berpotensi membuka celah penghindaran pajak. Platform luar negeri yang belum ditunjuk oleh otoritas pajak bisa menjadi pelarian para trader. Tak hanya itu, beban administrasi pemungutan, pelaporan, dan penyetoran menjadi rumit untuk pelaku usaha kripto skala kecil.
D. Rekomendasi
- Revisi sistem PPh final agar memperbolehkan opsi pelaporan berdasarkan laba riil untuk pelaku usaha tertentu.
- Sosialisasi dan edukasi publik tentang aspek perpajakan aset digital.
- Perlu kerja sama internasional untuk menghindari double taxation dan meningkatkan kepatuhan platform luar negeri
- Direktorat Jenderal Pajak sebaiknya mengeluarkan Surat Edaran Teknis sebagai panduan operasional implementasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2025 ini.
E. Kesimpulan
PMK 50 Tahun 2025 merupakan langkah positif dalam merespon ekonomi digital. Namun, tetap memerlukan reformasi dari sisi substansi dan teknis agar selaras dengan prinsip keadilan, kepastian, dan efisiensi dalam hukum pajak.
Penataan pajak aset digital tidak boleh semata-mata berorientasi pada pendapatan negara, tetapi juga memperhatikan kematangan industri digital nasional dan integrasi sistem hukum.
Komentar
Posting Komentar