QUO VADIS UNDANG-UNDANG PERAMPASAN ASET
Penulis: Bayu Sanggra Wisesa, S.H., M.H., C.Med., CHCO., CIC.
Perampasan aset merupakan tindakan hukum yang kompleks dan memiliki implikasi luas, baik secara hukum maupun sosial ekonomi. Tindakan ini melibatkan pengambilalihan kepemilikan aset (baik berupa harta bergerak maupun tidak bergerak) oleh negara atau lembaga berwenang, umumnya terkait dengan tindak pidana tertentu. Tulisan ini akan membahas beberapa aspek penting terkait perampasan aset. Dasar hukum perampasan aset di Indonesia beragam dan bergantung pada jenis aset dan konteks perampasannya. Beberapa undang-undang yang relevan antara lain:
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang-Undang lain yang relevan (Tergantung pada jenis kejahatan dan aset yang terkait, undang-undang lain mungkin juga berlaku, seperti undang-undang terkait narkotika, korupsi, terorisme, dan sebagainya)
Prosedur perampasan aset umumnya melibatkan beberapa tahapan:
1. Penyitaan: Pihak berwenang menyita aset yang diduga terkait dengan tindak pidana. Penyitaan dilakukan berdasarkan bukti yang cukup dan dengan mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
2. Proses Peradilan: Penyitaan aset akan menjadi bagian dari proses peradilan pidana. Pengadilan akan memeriksa bukti-bukti dan memutuskan apakah aset tersebut dapat dirampas atau tidak.
3. Putusan Pengadilan: Jika pengadilan memutuskan untuk merampas aset, maka aset tersebut akan menjadi milik negara atau lembaga berwenang.
4. Pelelangan atau Pengelolaan Aset: Aset yang telah dirampas dapat dilelang atau dikelola oleh negara untuk kepentingan umum.
Perampasan aset memiliki implikasi yang signifikan:
Efek Jera
Perampasan aset diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan dan mencegah terjadinya tindak pidana serupa di masa depan.
Pemulihan Kerugian Negara:
Perampasan aset dapat digunakan untuk memulihkan kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh tindak pidana.
Perlindungan Hak Asasi Manusia:
Proses perampasan aset harus dilakukan dengan memperhatikan hak asasi manusia, termasuk hak atas kepemilikan dan proses hukum yang adil. Perlu dipastikan bahwa perampasan aset tidak dilakukan secara sewenang-wenang.
Aspek Sosial Ekonomi:
Perampasan aset dapat berdampak pada perekonomian, terutama jika aset yang dirampas merupakan aset yang signifikan.
Kasus
diatas merupakan beberapa kasus dari banyaknya kasus di Indonesia dan kemudian menimbulkan pertanyaan besar yang berkaitan
dengan regulasi tentang
perampasan aset dalam upaya penegakan hukum terhadap
tindak pidana korupsi di Indonesia.
Adanya kekosongan hukum tersebut menunjukkan belum optimalnya penegakan hukum di Indonesia akibat tindak pidana
korupsi dan pemulihan
aset dari hasil korupsi tersebut.
Bahkan saat ini penetapan daftar RUU di dalam Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) tahun 2025- 2029 tidak dimasukkan atau
masih dalam proses dengan menunggu usulan pemerintah yang kemudian dibahas secara bersama dan ditetapkan di dalam
Rapat Paripurna DPR RI.
RUU Perampasan Aset cukup banyak mendapat perhatian dari masyarakat karena ini merupakan stimulus yang sangat penting terkait
pemberantasan korupsi di Indonesia terutama dari pemulihan aset hasil kejahatan tindak pidana korupsi.
Pentingnya RUU Perampasan Aset ini adalah sebagai bentuk regulasi dikarenakan
sampai saat ini masih terdapat ketidakmampuan
penegak hukum dalam menjangkau aset koruptor yang disimpan di luar
negeri dan hal ini merupakan masalah dalam upaya pemulihan kerugian negara dan
pemberantasan korupsi.
RUU Perampasan Aset yang diusulkan sejak tahun 2008 menganut konsep non-conviction
based / penerapan perampasan aset tanpa tuntutan pidana. Negara
merampas aset dari pelaku korupsi termasuk pelaku yang melarikan diri baik itu
ke luar negeri, sakit permanen, meninggal dunia, dan disembunyikan / disimpan
di luar negeri.
Namun dalam RUU Perampasan Aset harus dilakukan secara cermat
dan hati-hati dengan adanya resiko
penyalahgunaan kewenangan dimana RUU Perampasan Aset akan dijadikan alat oleh pihak berwenang untuk
mengancam pihak tertentu
demi mendapatkan keuntungan
pribadi.
ATENSI PRESIDEN
Presiden
Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi sebagai kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan dalam hal ini Sistem Presidensial perlu mempertimbangkan
urgensi dan relevansi RUU Perampasan Aset yang dinilai sangat penting dalam pemberantasan korupsi dan pemulihan kerugian
negara. Pembahasan RUU Perampasan Aset
wajib melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti akademisi, para ahli, dan advokat tentunya dalam menyaring
aspirasi masyarakat agar dapat memastikan tidak adanya potensi penyalahgunaan
kewenangan yang nanti tercantum dalam pasal-pasal yang akan dimuat dalam draf /
naskah RUU Perampasan Aset. Presiden Republik
Indonesia wajib mengusulkan DPR RI untuk memasukkan RUU Perampasan
Aset ini dalam Prolegnas atau diluar Prolegnas sebagai Urgensi Nasional.
ATENSI DPR RI
Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi legislasi dalam
hal ini Komisi XIII DPR RI yang merupakan komisi
baru perlu mempertimbangkan urgensi dan relevansi RUU Perampasan Aset yang
dinilai sangat penting dalam
pemberantasan korupsi dan pemulihan kerugian negara. Pembahasan RUU
Perampasan Aset wajib melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti akademisi,
para ahli, dan advokat tentunya dalam menyaring aspirasi masyarakat
agar dapat memastikan tidak adanya potensi penyalahgunaan kewenangan yang nanti
tercantum dalam pasal-pasal yang akan dimuat dalam draf / naskah RUU Perampasan
Aset. Komisi XIII DPR RI wajib mengusulkan
kepada Badan Legislasi DPR RI untuk memasukkan RUU Perampasan Aset
ini dalam Prolegnas atau diluar Prolegnas sebagai
Prolegnas wajib / Urgensi
Nasional.
Komentar
Posting Komentar