SERTIFIKAT HGB DAN HM PAGAR LAUT DI TANGERANG

 Penulis    : Bayu Sanggra Wisesa, S.H., M.H., C.Med., CHCO.


Dalam sebuah acara televisi bernama Catatan Demokrasi yang diupload tanggal 15 januari 2025 di channel youtube tvOneNews dengan judul Bikin Ribut, Pagar Misterius di Laut, menjadi perbincangan hangat lantaran terdapat sebuah pagar laut dari bambu yang membentang sepanjang kurang lebih 30 km yang terpasang di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang, sebenarnya yang menjadi permasalahan adalah tidak diketahuinya dalang atau pihak yang memasang pagar bambu tersebut sehingga muncul spekulasi bahwa pagar bambu tersebut dibuat oleh masyarakat nelayan melalui dana swasembada dan ada juga yang berpendapat bahwa pagar bambu tersebut dibangun oleh sebuah korporasi besar sehingga menimbulkan beberapa pertannyaan seperti:

1. Kenapa kekayaan alam Indonesia bisa dijadikan kavlingan ?

2. Apakah laut Indonesia hanya punya korporasi ?

Setelah viralnya pagar bambu pemerintah melalui alat negara yakni Tentara Nasional Indonesia khususnya Angkatan Laut dengan satuan Komando Pasukan Kataknya diterjunkan untuk mencabut bambu-bambu bersama dengan masyarakat serta nelayan-nelayan, namun setelah di telusuri bahwa terdapat Hak Guna Bangunan di area pagar laut seluas 300 Ha (dikutip dari TEMPO, dilihat tanggal 25 januari 2025 pukul 14.14 wita) dan ini juga dibenarkan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR / BPN), tidak hanya Hak Guna Bangunan tetapi juga ada Hak Milik sehingga dengan pertanyaan yang paling kompleks adalah apakah bisa memiliki HGB atau HM di atas permukaan laut ?

Secara definisi, pada Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Hak Guna Bangunan adalah "hak untuk mendirikan bangunan atau mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya dengan jangka waktu 30 tahun". Dimana status pemberian Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan tiga ketentuan, yakni dengan Hak Guna Bangunan diatas tanah negara diberikan dengan keputusan menteri ATR / BPN, Hak Guna Bangunan diatas tanah hak pengelolaan diberikan oleh menteri terkait dengan persetujuan pemegang hak pengelolaan, dan Hak Guna Bangunan diatas Hak Milik diberikan atas seizin pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sehingga pemberian Hak Guna Bangunan tersebut harus / wajib didaftarkan di kantor Badan Pertanahan Nasional untuk diupayakan penerbitan sertifikatnya (sertifikat hak atas tanahnya) sesuai Pasal 39 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6630 "Pemegang hak guna bangunan diberikan sertipikat Hak Atas Tanah sebagai tanda bukti hak".

Sehingga terbitnya sertifikat Hak Guna Bangunan dan Hak Milik tidak lepas dari keterlibatan pihak-pihak seperti instansi pemerintah, Pejabat Pembuat Akta Tanah, subjek hukum (badan hukum / perseorangan / individu), dan pemegang hak, namun untuk lokasinya sendiri berada di kawasan pesisir atau tepat di kawasan perairan / laut.

Merujuk Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 89 "Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan daratan dan bentuk-bentuk alamiah lainnya, yang merupakan kesatuan geografis dan ekologis beserta segenap unsur terkait, dan yang batas, dan sistemnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan hukum internasional".

Sedangkan pada Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6630 "Tanah adalah permukaan bumi, baik berupa daratan atau yang tertutup air, termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi, dlam batas tertentu yang penggunaan dan pemanfaatannya terkait langsung maupun tidak langsung dengan penggunaan dan pemanfaatan permukaan bumi".

Dengan mengacu pada kedua Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 bahwa tanah adalah daratan permukaan bumi yang tertutup maupun tidak tertutup air, tetapi yang dimaksud dengan tanah adalah ruang yang bukan kawasan perairan seperti laut, sungai ataupun danau sehingga tidak tepat jika sertifikat Hak Guna Bangunan dan Hak Milik terbit dikawasan pesisir / laut di Kabupaten Tangerang dan harus segera dicabut atau dibatalkan karena laut bukan merupakan objek yang dapat dibebani Hak Guna Banguna maupun Hak Milik sehingga seharusnya tidak dapat diterbitkan sertifikat.

Sertifikat tersebut sebenarnya dapat dicabut atau dibatalkan oleh instansi terkait dengan alasan cacat administrasi, dasarnya dimana ? Pasal 46 huruf b angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6630 "Dibatalkan haknya oleh menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena: 3. cacat administrasi; atau".

Dapat penulis katakan bahwa sertifikat yang terdapat di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang dan sekitarnya  yang terdapat sertifikat Hak Guna Bnagunan dan Hak Milik adalah ilegal dan harus segera dicabut / dibatalkan sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun dan jika waktu sudah lebih dari 5 (lima) tahun maka akan diproses melalui mekanisme peradilan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POSISI PUTUSAN MK

PERSPEKTIF SINGLE BAR / MULTI BAR