HAMPIR SATU DEKADE BERJALAN REFORMA AGRARIA MASIH PINCANG
Penulis: Bayu Sanggra Wisesa, S.H., M.H., C.Med., CHCO.
Permasalahan
1. Program
reforma agraria masih bertumpu pada legalisasi aset tanah sehingga belum
benar-benar mengurangi ketimpangan untuk mencapai keadilan agraria.
2. Pemerintah
merencanakan reforma agraria seluas 9.000.000 ha, meliputi:
-
Legalisasi aset 4.500.000 ha
- Redistribusi tanah 4.500.000 ha
Reforma
Agraria berasal dari bahasa Spanyol, sedangkan Agrarian Reform berasal
dari Bahasa Inggris, memiliki arti pengaturan kembali atau perombakan
penguasaan tanah. Maksudnya adalah mensyaratkan dengan adanya perubahan sistem
penataan, relasi dan struktur penguasaan tanah.
Reforma
agraria melalui Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 cenderung
bercorak Neo-populis bersifat redistributif, Neo-populis adalah Gerakan
politik dan tidak memiliki definisi secara pasti, Gerakan ini dapat diartikan
sebagai refleksi dari keinginan rakyat untuk mereformasi kondisi sosio-ekonomi,
sedangkat redistributif adalah kebijakan atau program yang dibuat oleh
pemerintah yang bertujuan untuk mendistribusikan kekayaan, hak kepemilikan, dan
nilai-nilai di dalam Masyarakat. Corak Neo-populis dalam Undang-Undang Pokok
Agraria tahun 1960 memiliki makna dengan “batasan perluasan berdasarkan
kebutuhan dan kemampuan berkeluarga”.
Di
Indonesia hampir seluruh wilayahnya dikuasai oleh korporasi tambang,
perkebunan, infrastruktur, industri pabrik, industri ekstraktif. Karena itu reforma agraria
dibutuhkan guna menjalankan arti dari redistribusi tanah dengan memberikan
akses pada petani tak bertanah atau petani yang menguasai tanah sendiri.
Redistribusi
tanah juga harus ditunjang oleh pemberian akses terhadap modal, akses terhadap
pembukaan pasar, dan akses terhadap pengetahuan agar tanah yang telah
didistribusi tidak dijual kembali. Untuk mengetahui implementasi kebijakan
reforma agraria berjalan benar atau tidak maka:
1. Tidak
adanya redistribusi, maka dipastikan bahwa kebijakan reforma agraria hanya
berpura-pura.
2. Batas
luas penguasaan yang melampaui batas maka dapat dipastikan kebijakan tersebut
sedang melawan reforma agraria.
Karena
itu redistribusi tanah berbeda dengan hanya membagi-bagi tanah atau sekedar
sertifikasi, redistribusi tanah bertujuan untuk menjamin keadilan dan
peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sehingga
Kementrian ATR/BPN diharapkan agar terus berkoordinasi dengan Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta perlu adanya regulasi yang mengatur secara
jelas untuk penguasaan tanah oleh badan hukum.
Sumber:
Kementrian
ATR/BPN
Komentar
Posting Komentar