PENDAPAT HUKUM USAHA PERTAMBANGAN DI DESA WADAS

 

PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)

TENTANG USAHA PERTAMBANGAN DI DESA WADAS

KABUPATEN PURWOREJO, JAWA TENGAH.

Oleh: Bayu Sanggra Wisesa, S.H.

Dengan hormat,

Saya Bayu Sanggra Wisesa, S.H. menyampaikan pendapat hukum (Legal Opinion) tentang kegiatan usaha pertambangan di desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, sebagai berikut:

A.    Para pihak

1.      Warga desa Wadas.

2.      Polisi.

3.      Organisasi masyarakat, Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA).

4.      Badan Pertanahan Nasional

B.     Kronologi kasus

Kronologi singkat dari kasus di desa wadas adalah sebagai berikut:

1.      Pengukuran tanah oleh Badan Pertanahan Nasional untuk proyek bendungan Bener di desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

2.      Kepolisian datang untuk mengawal 70 petugas Badan Pertanahan Nasional yang mengukur tanah di desa Wadas.

3.      Warga melakukan penolakan karena lokasi pembangunan tambang akan mempengaruhi 27 sumber mata air yang berpotensi merusak lahan pertanian warga.

C.     Pendapat hukum

Pemerintah hendaknya tidak dapat menggusur warga di desa Wadas karena usaha pertambangan yang hendak didirikan dapat mengancam sumber air bagi kelangsungan hidup para petani di desa tersebut.

1.      Bahwa pada UU No. 5 pasal 7 UUPA tahun 1960 tentang Ketentuan-Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria bahwa setiap hak atas tanah memilki fungsi sosial, dimana hak atas tanah tersebut bisa saja beralih ke tangan negara apabila memiliki peluang untuk dipergunakan demi kepentingan sosial.

2.      Merujuk pada Pasal 7 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri No. 14 Tahun 2018 tentang Izin Lokasi, lokasi usaha atau kegiatan terletak di lokasi Kawasan ekonomi khusus, Kawasan industry, kawaan perdagangan bebas dan Pelabuhan bebas, bukan di dalam Kawasan pemukiman yang di dalamnya terdapat masyarakat apalagi dampak dari kegiatan tersebut sangat merugikan bagi kesejahteraan masyarakat.

3.      Merujuk pada pasal 33 ayat 3 UUPA bahwa “Bumi, air, kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Frasa “dikuasai” bukan berarti “dimiliki”, tetapi negara berfungsi mengatur kepemilikan ha katas tanah agar tidak terjadi saling klaim masyarakat yang dapat berpotensi menimbulkan kekacauan.

D.    Kesimpulan

Hendaknya jika terjadi kasus sengketa tanah, pendekatan restorative justice sangat di perlukan guna penyelesaian masalah di luar persidangan maupun agar tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan yang merugikan para pihak yang bersangkutan. Perlu kita ketahui bersama bahwa dalam UU mengatakan setiap ha katas tanah memiliki fungsi sosial, sehingga masyarakat berpotensi untuk kehilangan tanah hak, tentunya juga pihak pemerintah membayar dengan ganti kerugian.

Sehingga dengan menggunakan pendekatan restorative justice ini, masalah di desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah ini dapat di selesaikan tanpa menimbulkan korban dikeduabelah pihak. Mengingat pendekatan ini merupakan cara tradisional yang sudah lama digunakan oleh para pendahulu bangsa Indonesia.

Terima kasih

 

Asisten Advokad Muda LBH DPN Indonesia

 

 

 

Bayu Sanggra Wisesa, S.H.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POSISI PUTUSAN MK

PERSPEKTIF SINGLE BAR / MULTI BAR

SERTIFIKAT HGB DAN HM PAGAR LAUT DI TANGERANG